Selasa, 25 Mei 2010

Menerima Audiensi DPP Persatuan Perangkat Desa Indonesia

Anggota Komisi II DPR RI HM Gamari Sutrisno mendengar aspirasi dari para perangkat desa/kelurahan di ruang Rapat FPKS Nusantar I DPR RI Senayan Jakarta, Kamis(20/5). Para perangkat desa dari Jawa Tengah itu sudah lama menginginkan agar diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil(PNS).


Mendengarkan...




Menjelaskan...




Foto Bersama.

Era Informasi Publik



Anggota Komisi II DPR dari FPKS, Gamari Sutrisno (memegang mic) menyatakan kini setiap lapisan masyarakat dapat menikmati akses informasi publik dari badan dan lembaga pemerintah pasca pemberlakuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik mulai 1 Mei 2010. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bertema "Menakar Kesiapan Badan Publik dalam Keterbukaan Informasi", di Gedung DPR, Jumat (30/4). Bersamanya hadir pula Anggota Fraksi Golkar, tantowi Yahya, Anggota DPD, Bambang Susilo, dan mantan Ketua Panja RUU KIP, Arif Mudatsir Mandan.

Minggu, 09 Mei 2010

KONFLIK WILAYAH,Pemerintah Siap Berdialog

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menegaskan, pihaknya membuka diri untuk melakukan pembahasan lebih lanjut dengan Komisi II DPR, terkait sengketa perbatasan wilayah di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Pembahasan ini terkait terbitnya Permendagri No 29/2010 tentang Batas Daerah kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, yang dinilai bententangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 123/PUU-VII/2009.

"Permasalahan ini sudah berlangsung selama 7 tahun, dan ini harus diselesaikan secepatnya. Makanya kita mengambil keputusan itu," kata Gamawan, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/5).

Ia menambahkan, keputusan ini diambil sebagai langkah agar masalah ini tidak berlarut-larut dan dikhawatirkaan akan merugikan masyarakat.

Gamawan mengakui, sejak kasus ini bergulir, pemerintah pusat telah meminta kepada gubernur untuk menyelesaikannya. Namun gubernur menyerah dan mengembalikan kasus ini kepada pemerintah pusat.

Selanjutnya, Kemendagri melakukan koordinasi dan membentuk tim kecil yang beranggotakan gubernur daerah setempat, dua bupati yang bersengketa dan enam lembaga di luar perwakilan yang sudah ada, termasuk Bakorsutanal dan lain-lain. Selanjutnya, kasus sengketa wilayah ini dibahas secara bersama-sama dan ditinjau dari masing-masing latar belakang.

Tim Kecil

Tim kecil ini juga melakukan peninjauan secara langsung ke daerah yang bersengketa dan melakukan studi langsung di lokasi. Hingga akhirnya keluar rekomendasi.

Dalam keputusannya, semua lembaga dan gubernur menyetujui keputusan dan dikeluarkan Permendagri No 29/2010. "Semua setuju, kecuali Kabupaten Maluku Tengah. Kami menghargai adanya perbedaan ini dan membuka kesempatan untuk dilakukan gugatan," katanya.

Menyangkut masalah keputusan MK, Gamawan Fauzi mengakui ada keputusan itu. Keputusan MK itu membatalkan pasal 7 ayat 2B beserta lampirannya. Jika ini dibatalkan MK batas wilayah itu juga tidak ada, karena lampirannya tidak ada.

Karena itu, lanjutnya, pihaknya tetap mempertahankan Permendagri itu. Namun pihaknya juga tidak menutup kemungkinan adanya gugatan secara hukum yang mungkin dilakukan Bupati Maluku Tengah.

Sebelumnya, anggota Komisi II dari PKS Gamari Sutrisno, mengungkapkan, akibat terbitnya Permendagri itu, memunculkan satu wilayah sengketa, ketidakpastian masalah hukum dan administrasi di wilayah tersebut.

"Kita mengharapkan ini segera diselesaikan, karena jika berlarut-larut akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah," katanya.

Gamari Sutrisno menegaskan, perbedaan batas wilayah secara jelas disebutkan dalam keputusan MK, yaitu pada Sungai Tala dan bukan Sungai Mala.

Ia menambahkan, di Pulau Seram, masalah kecil saja bisa berkembang menjadi besar, dan akan ada pemblokiran batas wilayah.

"Kami mengharapkan ada antisipasi atas keputusan yang sudah diambil Mendagri. Karena kalau nanti sampai terjadi masalah, yang akan mengurusnya adalah Depdagri juga," katanya. (Joko S)
Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252513

Selasa, 04 Mei 2010

Masuki Era Keterbukaan Informasi Publik


JAKARTA, KOMPAS.com - Mulai 1 Mei 2010, UU Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik akan efektif diberlakukan. UU ini berlaku setelah pemerintah diberikan kesempatan untuk mempersiapkan segala piranti pelaksanaan selama dua tahun ini.

Pemberlakuan UU ini membuat badan-badan publik dan institusi pemerintahan harus terbuka memberikan segala informasi yang dibutuhkan masyarakat. Namun, keterbukaan informasi bukan tanpa ancaman. Badan publik yang tak membuka akses informasi terhadap masyarakat, bisa dikenai sanksi pidana maupun denda. Sebaliknya, masyarakat yang menyalahgunakan informasi juga ada sanksinya.

Di luar itu, Anggota Fraksi PKS, Gamari Sutrisno mengatakan, berlakunya UU KIP masih dibayang-bayangi RUU Rahasia Negara, yang mengatur sebaliknya. "UU KIP ini dibayang-bayangi UU Rahasia Negara yang saat ini masih dibahas. Walau terbuka, ancaman terhadap keterbukaan itu masih ada," kata Gamari, pada diskusi "Menakar Kesiapan Badan Publik dalam Keterbukaan Informasi", di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/4/2010).

UU KIP dibahas sejak tahun 1999 dan baru dilanjutkan kembali pada tahun 2005. Setelah tiga tahun dibahas, akhirnya ditandatangani Presiden SBY pada April 2008. Dua tahun diberikan waktu persiapan, pemerintah mau tak mau, siap tidak siap, harus melaksanakan ketentuan UU ini.

Anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya meyakini, keterbukaan informasi yang dijamin UU ini akan turut berkontribusi pada pemberantasan korupsi. "Korupsi itu kan bermula dari ketidakjelasan informasi. Kalau informasi terang benderang, maka akan mempersempit ruang gerak pelaku korupsi," kata politisi Golkar ini.

Ketentuan UU KIP juga mengatur pembentukan Komisi Informasi di 33 provinsi di Tanah Air. Saat ini, Komisi Informasi baru terbentuk di tiga daerah. Dua di antaranya yaitu Sumatera Selatan dan Jawa Timur.

Sementara itu, Anggota DPD, Bambang Susilo mengungkapkan, UU KIP akan membantu pengembangan dan kemajuan daerah. Sebab, informasi di level daerah, menurutnya, masih sangat terbatas untuk diakses. "Tapi yang harus diingat, sosialisasi harus sampai ke seluruh daerah agar masyarakat tahu bahwa mereka dijamin UU untuk mendapatkan informasi," ujar Bambang.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2010/04/30/20510043/Masuki.Era.Keterbukaan.Informasi.Publik

Pelaksanaan UU KIP Hadapi Kendala


Metrotvnews.com, Jakarta: Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik akan mulai efektif 1 Mei 2010. Namun pelaksanaannya yang kini di bawah wewenang Komisi Informasi Publik (KIP) bagai berjalan setengah hati.

"Dari 33 provinsi hingga kini baru terbentuk 3 komisionernya. Itu komisionernya saja, kantornya saya yakin belum ada. DKI Jakarta yang termasuk belum memilikinya," ungkap anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya dalam diskusi "Menantang Kesiapan Badan Publik, Melaksanakan UU KIP" di Gedung DPR/MPR, Jumat (30/4).

Menurut Tantowi, KIP seakan tidak memanfaatkan waktu dua tahun terakhir menjelang efektifnya UU sehingga bagai anomali saat pemerintahan SBY mencanangkan reformasi birokrasi.

"Padahal ini salah satu masterpiece Komisi I khususnya, dan DPR umumnya. Tujuannya memenuhi amanat rakyat terkait keterbukaan informasi publik yang menghambat transparansi," ujar Tantowi.

Ia mengkhawatirkan pasal 17 UU tersebut yang mengatur tentang perkecualian keterbukaan akan dimanfaatkan untuk menutup-nutupi informasi oleh pihak-pih tertentu. "Jangan sampai informasi yang dikecualikan tersebut menjadi informasi yang ditutup-tutupi. Perlu dikaji lebih lanjut," tegasnya.

Tidak hanya kesulitan KPI untuk menerima laporan masyarakat karena belum memiliki komisioner dan kantor, menurut Tantowi hambatan lain juga terkait objek UU tersebut.

"Masih banyak yang tidak tau apa saja objek UU tersebut. Badan-badan publik dan swasta banyak yang tidak tahu apa mereka termasuk objek tersebut," paparnya.

Sementara itu anggota Fraksi PKS Gamari Sutrisno menyatakan UU KIP tidak hanya akan berdampak positif kepada rakyat, namun juga kepada wakil-wakil rakyat di parlemen.

"Selama ini wakil rakyat terkadang juga kesulitan mendapatkan informasi," ungkap Gamari.

Sedangkan anggota DPD RI Bambang Susilo menyatakan UU Keterbukaan Informasi Publik juga akan bermanfaat tidak hanya di pusat, namun juga di daerah.

"Lahirnya UU tersebut juga bagus untuk daerah karena otonomi daerah selama ini masi setengah hati. Informasi-informasi yang dibutuhkan di daerah sangat sulit untuk keluar. Melalui UU tersebut, tidak akan ada lagi yang bisa pemerintah tutup-tutupi," ungkap Bambang.(MI/DSY)

Pengangkatan Tenaga Honorer Sebaiknya Jangan Berlarut-larut


Jakarta, 26/4 (Antara/FINROLL News) - Pemerintah perlu memberi tenggat waktu lebih singkat dalam proses pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (PNS) agar mereka memperoleh kepastian nasib, kata anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD), Abdul Gaffar Patappe.

Hal itu disampaikan dalam Rapat Kerja Gabungan Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E Mangindaan, Menteri Pendidikan Nasional M Nuh, Menteri Pertanian Suswono, Kepala Badan Kepegawaian Negara Edy Topo Ashari dan Kepala BPS Rusman Heriawan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II Taufik Effendi (FPD), di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin.

Dia mengemukakan, persoalan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS jangan sampai berlarut-larut. Karena itu, dia berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan tersebut. "Pemerintah segera menyelesaikan persoalan tenaga honorer," katanya.

Menurut dia, berlarut-larutnya pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS akan memberi kerisauan kepada yang bersangkutan.

Gaffar menilai persoalan ini merupakan permasalahan masa depan bagi seluruh tenaga honorer yang punya kesempatan diangkat menjadi CPNS.

"Biar bagaimanapun ini untuk masa depan mereka (tenaga honorer)," katanya.

Gaffar, dalam pertemuan itu berharap dalam pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS tidak dikenakan pungutan. Ia menilai pengangkatan ini merupakan kerja keras pemerintah dengan DPR, bukan hasil kerja perorangan.

Sementara anggota Fraksi PKS DPR Gamari Sutrisno mengemukakan, pemerintah perlu mempersingkat waktu pendataan terhadap tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS karena waktu pendataan yang sudah ditetapkan, yaitu delapan bulan, terlalu lama.

"Waktu pendataan selama delapan bulan yang dilakukan pemerintah terhadap tenaga honorer yang akan diangkat menjadi calon CPNS terlampau lama," katanya.

Menurut Gamari, pendataan terhadap tenaga honorer yang akan diangkat menjadi CPNS dimulai pada Agustus 2010 dan selesai pada Maret 2011. Jangka waktu selama delapan bulan itu terlalu lama.

Dalam pertemuan itu, Gamari mengusulkan supaya waktu pendataan dapat dipersingkat hanya sampai tiga bulan saja. Pendataan selama tiga bulan dapat dilakukan setelah APBN-P disetujui. "Kami berharap pemerintah dapat mendata paling lama tiga bulan setelah APBN-P disetujui," ujarnya.

Gamari Sutrisno mengungkapkan, bila masih ada tenaga honorer yang telah memenuhi kriteria namun belum dapat diangkat tahun ini, pengangkatan yang bersangkutan dapat dilakukan pada tahun berikutnya. "Kalau ada yang belum diselesaikan dapat diangkat tahun berikutnya," katanya.

Dia berharap tidak ada pungli dalam proses pengangkatan tenaga honorer menajdi PNS. "Mudah-mudahan tidak ada pungli terhadap tenaga honorer yang diangkat jadi CPNS," ujarnya.

Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi E.E Mangindaan berharap pemerintah dapat memberi solusi terbaik bagi semua pihak. "Tentunya sesuai dengan peraturan yang berlaku," katanya.

Mangindaan juga menekankan jajaran pemerintah yang terkait dengan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dapat segera melakukan pendataan. Proses pendataan merupakan data base bagi pengangkatan tenaga honorer.

Saat ini, salah satu syarat tenaga honorer yang akan diangkat menjadi CPNS harus telah memenuhi syarat PP No.48/2005 dan PP No.43/2007 namun terselip atau tertinggal akan diangkat tanpa tes setelah memenuhi kualifikasi. Selain itu, batas usia juga menjadi persyaratan yaitu burusia maksimal 46 tahun per 1 Januari 2006. Sekarang yang terdaftar sekitar 197.678 orang.

Mangindaan menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan pendataan mulai Agustus 2010 sampai dengan Maret 2011. "Validasi dan verifikasi akan diumumkan dipublik selama satu bulan," katanya.

Kepala Badan Kepegawaian Negara Edy Topo Ashari menjelaskan, saat ini di instansinya sudah ada 197 ribu data. "Kami akan melakukan maping data," katanya.
Sumber: http://news.id.finroll.com/home/archive/257112-pengangkatan-tenaga-honorer-sebaiknya-jangan-berlarut-larut.html